Sabtu, 22 Maret 2014

Risa F Indriani, JURNAL Hutan Larang Adat Rumbio Jaya, Kab. KAMPAR

Laporan : JURNAL ILMIAH             
                             
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT RUMBIO DALAM PENGELOLAHAN DAN MELESTARIKAN HUTAN DI DESA RUMBIO, KEC.KAMPAR, KAB.KAMPAR, PROVINSI RIAU
 


Risa Febri Indriani
Program Studi pendidikan Biologi,PMIPA
 Fkip Universitas Riau

ABSTRAK
            Kearifan lokal masyarakat rumbio dalam pengelolahan dan melestarikan hutan di desa Rumbio, Kec. Kampar, Kab. Kampar, Provinsi Riau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kearifan tradisional masyarakat Rumbio  dalam mempertahankan adat dan menginformasikan keberadaan unsur-unsur budaya konserfatif yang dimiliki masyarakat adat sehingga dapat diperdaya dalam pelaksanaan pengelolahan hutan adat. Penelitian ini menggunakan metode survey dan metode focus group discussion dengan teknik survey personal interview kepada responden. Masyarakat adat sangat berperan penting dalam pengelolahan hutan. Karna terbukti bahwa hutan yang dikelolah masyarakat adat lebih baik hasilnya dari pada hutan yang dikelolah pemerintah.
 Kata Kunci :Kearifan local, Hutan larang adat, Masyarakat adat, Rumbio

PENDAHULUAN
Segalah sesuatu di dunia ini erat hubungannya satu dengan yang lain. Antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan hewan, antara manusia dengan tumbuh-tumbuhan bahkan antara manusia dengan benda mati (Koesnadi, 1993).
            Masalah lingkungan semakin lama semakin besar, meluas dan serius. Ibarat bola salju yang menggelinding, semakin lama semakin besar. Persoalan ini tidak hanya ersifat local, tetapi regional, nasional, trans-nasional dan global. Dampak-dampak yang terjadi terhadap lingkungan tidak hanya berkait satu atau hanya dua segi saja. Tetapi kait mengkait sesuai dengan sifat lingkungan yang memiliki multi mata rantai yang saling mempengaruhi seecara subsisten. Apabilah satu aspek lingkungan terkena masalah, maka aspek yang lainnya terkena dampak dan akibat pula (Siahaan, 2004).
Kata hutan dalam bahasa inggris disebut forest, sementara untuk hutan rimba disebut jungle. Pada umumnya persepsi umum tentang hutan adalah penuh pohon-pohonan yang tumbuh tidak beraturan. Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai :
“Suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan.”
Sedangkan pengertian umum terhadap “hutan” adalah suatu areal tertentu yang ditumbuhi berbagai pepohonan dan didiami berbagai jenis binatang (Laden Marpaung, 1995).
            Hutan memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Hal ini disebabkan hutan itu bermanfaat bagi besar-besarnya kemakmuran dan kesejaahteraan rakyat Indonesia. Manfaat itu dapat dibedakan dua macam yaitu lansung dan tidak lansung. Manfaat lansung ialah menghasilkan kayu yang mempunyai nilai-nilai ekonomi yang tinggi, yaitu : rotan, getah, buah-buahan, madu dan lain-lain. Sedangkan manfaat hutan yang tidak lansung, antara lain : mengatur tata air, mencegah terjadinya erosi, memberi rasa keindahan dan lain-lain (salim, 2003).
            Bumi yang nyaman dengan angin yang bertiup menyejukkan dan membawah udara segar serta bersih. Pepohon di hutan terus menerus memproduksi  zat asam/oksigen (O2) pada siang hari dan menetralisasi/membersih gas asam arang/carbondioksida (CO2) sehingga  diperlukan makhluk-makhluk hidup di bumi termasuk manusia. Hal  ini terwujut keserasian antara makhlukhidup dengan lingkungan yang merupakan syarat mutlak bagi keutuhan bumi.
            Namun perjumlahan penduduk bumi serta kemajuan dibidang IPTEK yang mengakibatkan semakin meningkatnya kebutuhan akan kayu. Penebangan-penebangan akan pohon tidak bisa dihindari sehingga kepunahan tumbuhan dan hewan terhadap ekosistem (habitat) semakin meningkat pula.
            Penebangan pohon yang tidak dikendali akan mengundang resiko/bahaya bagi manusia, seperti sungaai meluap (banjir), dan tanah-tanah terjadi lonsor. Selain resiko tersebut, binatang-binatang yang hidup di hutan juga terancam karena ekosistemnya terganggu. Penebangan pepohonan yang semakin meningkat ini berhubungan dengan; kebutuhan akan kayu semakin meningkat, semakin majunya ekspor hasil hutan, semakin majunya industri yang menggunakan hasil hutan sebagai bahan baku. Seperti: industri plywood dan hardboard, industri Pulp, industri Royan untuk bahan sandang, dan lain-lain. Upaya melestarikan memang digalakkan terus menerus antara lain dengan melansungkan gerakan penghijauan, pelaksanaan program kali bersih, pembuatan tamu paru-paru kota, pembentukan badan-badan pengawasan, dan lain-lan (Leden Marfapaung, 1995).
            Pada tahun 1982, tutupan hutan Riau masih 6,4 juta hektare. Hutan Riau musnah 4 juta hektare selama kurun 30 tahun, yakni tersisa 2,4 juta hektare saja tahun 2011. Hasil pemetaan Jikalahari, tahun 1982 hutan Riau masih seluas 6,4 juta hektare. Tahun 1988 menjadi 5,6 juta hektare, tahun 1996 4,1 juta hektare.

Memasuki tahun 2000 hutan Riau tinggal 3,4 juta hektare atau berkurang 3 juta hektare dari tahun 1980-an. Tahun 2002 menjadi 3,2 juta hektare, dan terus turun hingga tahun 2011 menjadi 2,4 juta hektare. ‘’Perkiraan kita tahun 2015 nanti hutan alam tidak ada lagi. Yang tersisa hanyalah kawasan konservasi. (Anonim)
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan di hutan larangan adat dusun V Danau Siboghia, Desa Rumbio, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar pada tanggal 8 - 9 Desember 2012 pukul 10.00 – 12.00 WIB. Penelitian ini menggunakan metode survey dan metode focus group discussion dengan teknik survey personal interview kepada responden. Konsep pengenalan hutan yang dilakukan oleh pemandu serta  ninik mamak sebagai pemangku adat  Desa Rumbio adalah keterlibatan langsung antara questioner dan responden sehingga questioner mudah memahami keadaan hutan larangan adat yang ada di Desa Rumbio. Untuk membuktikan dan mempermudah penelitian, digunakan alat dokumentasi berupa kamera digital dan tape recorder. Hutan larangan adat terletak sekitar 2 km dari pemukiman penduduk melewati persawahan, perkebunan karet dan hutan larangan adat.
            Adapun parameter yang diamati ialah kondisi biofisik desa disekitarhutan larang adat, social ekonomi masyarakat sekitar, pengelolahan dan kelembagaan untuk perkembangan selanjutnya, tantangan dan upaya dalam penjagaan hutan larang adat Rumbio.

HASIL DAN PEMBAHASAN
 Kondisi Biofisik Desa Disekitarhutan Larang Adat
Berdasarkan survey yang kami lakukan, hutan larangan adat Rumbio merupakan hutan kenagarian adat yang diwarisi oleh nenek moyang. Menurut (pak Tarmizi) sebagai nenek mamak masyarakat Rumbio mengatakan bahwa, Hingga sekarang kenegarian Rumbio masih memiliki lebih kurang 570 Ha yang ditulis 530 Ha yang masih terjaga dengan baik. Hutan ini diapit oleh kebun karet. Hutan ini termasuk hutan tropis dataran rendah dan memiliki tipe tanah podsolik (miskin hara).  Kesuburan tanah gambut tersebut dibantu oleh serasah-serasah tumbuhan, karena top soil tanah nya yang tipis sehingga serasah dedaunan yang gugur menutupi permukaan tanah yang nantinya akan terbentuk tanah humus sebagai sumber hara di area hutan.
Menurut pak Azman (2012) selaku warga Rumbio mengatakan bahwa hewan yang masih ada di hutan larang adat yaitu: kancil, babi, beruang, harimau, ular, planduk, kijang, rusa. Adapun hewan yang masih boleh diburu yaitu rusa dan babi.
Hutan Larangan Adat Kenegerian Rumbio adalah Pusaka Tinggi masyarakat adat Kenegerian Rumbio. Di dalamnya tersimpan berbagai kekayaan alam  flora dan fauna khas daerah ini  (Anonim).
Menurut pak Rafani (2012) mengatakan bahwa tumbuhan yang terdapat di hutan larang adat yaitu: pasak bumi, kulim, psikoapek, gaharu, rotan, meranti, balam nyatu, nangka hutan, petai, karanji, kapas dan lain-lain. Dulunya pohon yang besar boleh ditebang oleh masyarakat adat untuk membangun surau atau rumah bagi masyarakat kurang mampu. Diikuti perkembangan zaman, masyarakat adat tidak dibolehkan untuk menebang pohon yang ada di hutan tersebut karna masyarakat kurang mampu sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah. buah- tp sekarang buahan yang ada di hutan larang adat tersebut masih boleh diambil dan dijual oleh masyarakat adat.
Kawasan hutan larangan Rumbio tersebut saat ini juga menjadi kawasan tiga sumber air minum bagi penduduk setempat dan bagi warga Kota Bangkinang dan sekitarnya dengan sumber air bersih yang dapat langsung diminum yakni sumber air bersih di Tibun, Sikumbang dan sumber air bersih Sungai Tanduk. Bahkan bila memungkinkan kedepan, air bersih dari tiga sumber tersebut dapat dialirkan ke mesjid-mesjid di wilayah Desa Rumbio dan sekitarnya. (Anonim 2012)


Adapun tata letak lingkungan masyarakat Rumbio


 





           
            Ket:                   Sungai                                      Perkebunan
                          perkampungan                         Hutan         
                          Persawahan                              Jalan                           
                          Perikanan                                 lahan sawit
Berdasarkan tata letak lingkungan masyarakat rumbio di atas, jelas terlihat dimana perkampungan terletak di pinggir sungai Kampar (Topian). Perkampungan berbatasan dengan sawah, kemudian baru kolam ikan (Tobek Ikan). Setelah itu baru kebun karet yang berbatasan dengan hutan larang adat.
Tata letak ini bertujuan, apabilah hewan yang ada di dalam hutan mengamuk keluar atau merasa terganggu dikarenakan hewan pendatang masuk, maka hewan-hewan tersebut tidak lansung masuk di perkampungan (Rafani).


Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Menurut pak Azman selaku salah seorang warga masyarakat Rumbio mengatakan bahwa Kondisi social ekonomi masyarakat Rumbio adalah 90% petani, dan usaha ikan. Usaha ikan sebagian besar merupakan usaha tetap. Dimana sedikit masyarakat Rumbio yang mengelolah usaha ikan merupakan usaha sambilan. Pada tahun 2006 masyarakat-masyarakat yang memiliki usaha ikan mulai memproduksi pakan ikan/pelet (makanan ikan). Pakan ikan tersebut tidak diperjual belikan. Pakan ikan sangat mempengaruhi tingkat perkembangan ikan. Panen ikan di Rumbio dilakukan dua kali setahun. Adapun hasil yang diperoleh mencapai 60 ton/kolam.
Manfaat nyata dari keberadaan hutan larangan adat tersebut saat ini baru sebatas tersedianya tiga sumber air minum yang airnya bersih dan saat ini dari tiga sumber air bersih tersebut memberikan lapangan pekerjaan bagi puluhan orang yang berprofesi sebagai penjual air dalam jerigen putih. Warga setempat dan warga Kota Bangkinang dan sekitarnya saat ini menikmati secara langsung air bersih tersebut sebagai air minum di rumah-rumah, di rumah makan. dan diwarung-warung (Anonim).
Meskipun mata pencaharian masyarakat rumbio dengan bercocok tanam, tetapi dapat diketahui juga, hampir 100% dari anak-anak mereka bersekolah dan lebih dari 50% kuliah. Serta perumahan di Rumbio pun sudah jarang terlihat rumah panggung. 
Bentuk Kelembagaan Masyarakat Rumbio
Dahulunya di daerah ini terdapat daerah kenagarian, dimana ulayat ini terbagi menjadi lima koto Kampar yaitu: Kuok, Salo, Bangkinang, Air Tiris dan Rumbio. Rumbio berasal dari kata umbi yang berarti “Musyawara” karna itu masyarakat adat rumbio selalu bermusyaawara. Di daerah kenegarian ini memiliki lima suku yaitu: suku Patopang, Domo, Piliong, Kampai dan Caniago. Masing-masing suku memiliki satu kepala suku dan masing-masing kepala suku terdapat sepuluh pembangku adat. Adat istiadat ini sudah ada sebelum NKRI. Adat istiadat ini tidak perna terpecah belah. Suku tertua merupakan pucuk adat besar kadalam (Daek bapangku kayu) merupakan orang penguasa yaitu Datuk Ulak Simano,  pucuk adat besar keluar (kalawik babagi khoang)  yaitu Datuk Ghodang.
            Pada tahun 1991 lahirlah Undang-Undang pedesaan, maka kenegarian Rumbio dibagi menjadi lima desa yaitu: Desa Rumbio, Pulau Sialang, Pulau Payung, Teratak dan Alam Panjang.
            Meskipun kenegarian ini telah menjadi beberapa desa, tetapi hingga sekarang daerah lima desa tersebut masih disebut Rumbio (Umbio). Masyarakat nya masih menjadi satu kesatuan untuk saling dan bersama-sama menjaga hutan larang adat.
            Pada tahun 2004 pengelolahan hutan larang adat dibantu oleh pemerintah, salah satunya dengan dibangun posko penjagaan untuk menjaga kondisi hutan. Dalam pengendalian dan pengawasan hutan adat, hukum adat di jadikan sebagai landasan hukum. Adapun bentuk kelembagaannya yaitu Sentra Penyulihan Kehutanan Pedesaan (SPKP) Hidup sejati pada tanggal 23 Afril 2012.
            Pada hutan larangan adat Rumbio ini banyak manfaatnya, berupa kayu yang besar-besar dan juga untuk mendapatkan air bersih.

Masalah, Tantangan dan Ancaman yang muncul
Masalah yang ditimbulkan dulunya ada perselisihan perebutan batas ulayat antara Datuk Ulak Simano, Datuk Tumanggung dan Datuk Raja Mangkuto. Sedangkan masalah yang muncul lainnya adanya penebangan hutan secara sembunyi-sembunyi/tanpa izin ninik mamak masyarakat adat  terlebih dahulu. Dan adanya pihak-pihak lain yang ingin membeli hutan tersebut untuk keuntungan sendiri. Serta masalah yang sangat jelas dimana para pengawas hutan larang adat masih belum dikeluarkan oleh pemerintah SK nya. Masalah yang paling besar yaitu dimana hokum adat tidak tertulis.
Hukum adat Indonesia untuk bagian terbesar merupakan hukum kebiasaan sedangkan bahagian terkecilnya merupakan hukum agama. (Soekanto, 1980)
Denda adat bagi yang melanggar hukum adat dilihat pada kemampuan ekonomi orang yang melanggar tersebut. Hukum adat juga berlaku bagi anak keponakan dan jugaa ninik mamak yang melanggar/merusak hutan. Jika yang  menebang kayu hutan merupakan orang dari luar, maka akan didenda berupa uang sebanyak tiga kali lipat dari hasil penjualan kayu hutan yang telah ditebang. Jika yang melanggar anak keponakan, maka disinilah ninik mamak berperan yang disebut berkerja sama untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Dimana nninik mamak bermusyawarah dan menetapkan benda seesuai dengan kemampuan ekonomi. Misalnya membeli beras, membeli kambing, ataupun membeli atap. Hal ini dilakukan agar yang melakukannya jerah. Anak dibimbiong, keponakan dipangku.
Adat Rumbio mempunyai prinsip dan juga sifat. Yaitu : prinsip adat Rumbio “Hutan adalah warisan dari nenek moyang kita dan titipan dari anak cucu kita”. Dimana prinsip ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat Rumbio sangat menjaga kelestarian hutan yang merupakan amanah dari anak cucu. Sedangkan sifat adat Rumbio ialah “Togang bajelo-jelo, kondu badontiong-dontiong.” Dimana adat itu keras. Tapi tetap ada solusi penyelesaian setiap ada masalah. dan adat itu lunak. tetapi sebenarnya sangatlah keras jangan coba-coba dilanggar.
Menurut pak Rafani (2012) salah seorang pengawas hutan larangan adat mengatakan bahwa pengelolahan hutan dari masyarakat sangatlah baik hasilnya. Peran masyarakat sangatlah penting, terutama jika mengetahui ada hal atau melihat seseorang merusaki atau menebang hutan maka masyarakat (anak keponakan) wajib melaporkannya kepada pengawas hutan atau kepada ninik mamak.
Sedangkan menurut pak Tarmizi (2012), Hutan larang adat. Kata “larang” Yang mempunyai maksud untuk melindungi hutan dari dari tuntunan kehhidupan sosial agar tidak merusak kelestarian hutan.
Pada tahun 2003-2004 di hutan larang tersebut dibangun pondok penjaga. Bertujuan agar pada malam hari hutan tersebut tidak ada yang berani mengganggu. Tahun 2012 pondok penjaga tersebut tidak berfungsi lagi.
Hutan lindung adat Rumbio tersebut dirusak oleh tangan-tangan jahil maka tentnuya hutan sebagai tempat  penyangga dan peneyedia air bersih akan rusak. Pihak masyarakat yang telah membentuk tim penyelamat kawasan hutan larangan adat Rumbio yang berada dibawah naungan LSM Yayasan Pelopor dimnta terus aktif secara aktif melakukan langkah-langkah pengamanan kawasan hutan lindung adat Rumbio tersebut. (Anonim)
Upaya Masa Yang Akan Datang Dalam Pelestarian Hutan
            Menurut (Kamaruzaman) selaku Datuk Ulak Simano (Suku Pitopang) mengatakan bahwa, upaya masyarakat adat dalam melestarikan hutan dimasa yang akan datang yaitu: adanya aturan adat secara tertulis agar masyarakat adat ataupun masyarakat luar takut untuk merusaki hutan tersebut. Masyarakatt adat akan terus bersama-sama untuk menjaga hutan dan melestarikan hutan larang adat Rumbio.
KESIMPULAN
            Dari data yang dapat kami simpulkan bahwa masyarakat adat sangat berpengaruh dan berperan penting dalam pengelolahan dan pelastarian hutan larangan adat karena Hutan Larangan Adat Kenagarian Rumbio adalah Pusaka Tinggi masyarakat adat. Di dalamnya tersimpan berbagai kekayaan alam  flora dan fauna khas daerah Rumbio.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011.Riau Pos Berita._http://www.riaupos.co/berita.php?act=full&id
=10337&kat=12 diakses 12-2012
Anonim2011. Dari lisan menjadi tulisan.http://www.hariansumutpos.com/2011/
03/1708/dari-lisan-menjadi-tulisan. Diakses 12-2012
Anonim__Kelestarian 570 ha hutan larang adat Rumbio.
_http://www.halloriau.com/read-lingkungan-15508-2011-10-05-jaga-kelestarian-570-ha-hutan-larangan-adat-rumbio.html diakses 12-2012
Anonim_Hutan larang adat Rumbio_Sumber :http://www.gurindam12.com/2011
/12/hutan-larangan-adat-rumbio-banyak.html diakses 12-2012
Anonim. 2011. Yayasan pelapor sehati. ahttp://riaupos-forus.blogspot.com
/2011/12/yayasan-pelopor-sehati-raih-kalpataru.html diakses 12-2012

Hardjasoeemantri, koesnadi. 1993. Hukum tata lingkungan.University Press.
Gadjah mada.
Marfaung, laden. 1995. Tindak pidana terhadap hutan, hasil hutan dan satwa.
            Erlangga. Jakarta.
Salim. HS., S.H.,M.S. 2003. Dasar-dasar hukumkehutanan. Sinar grafika.
            Jakarta.
Siahaan,S.H.,M.H. 2004. Hukum lingkungan dan ekologi pembangunan
 edisi kedua. Erlangga. Jakarta.
Soekanto, SH.,MA, dr Soerjono dan Abdullah Mustofa.1980. sosiologi

            Hukum dalam masyarakat. CV Rajawali. Jakarta.

Kamis, 19 September 2013



KBK 2004 – KTSP 2006:
  1. Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari Standar Isi
  2. Standar Isi dirumuskan berdasarkan tujuan mata pelajaran (standar kompetensi lulusan mata pelajaran) yang dirinci menjadi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
  3. Pemisahan antara mata pelajaran pembentuk sikap, pembentuk keterampilan, dan pembentuk pengetahuan
  4. Kompetensi diturunkan dari mata pelajaran
  5. Mata pelajaran lepas satu dengan yang lain, seperti sekumpulan mata pelajaran terpisah
Kurikulum 2013:
  1. Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari kebutuhan
  2. Standar Isi diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan melalui Kompetensi Inti yang bebas mata pelajaran
  3. Semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan,
  4. Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai
  5. Semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti (tiap kelas)
Perbedaan esensial kurikulum SD pada KTSP 2006 dengan Kurikulum 2013
KTSP 2006:
  1. Mata pelajaran tertentu mendukung kompetensi tertentu
  2. Mata pelajaran dirancang berdiri sendiri dan memiliki kompetensi dasar sendiri
  3. Bahasa Indonesia sejajar dengan mapel lain
  4. Tiap mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan berbeda
  5. Tiap jenis konten pembelajaran diajarkan terpisah [separated curriculum]
  6. Tematik untuk kelas I – III [belum integratif]
Kurikulum 2013:
  1. Tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi [sikap, keterampilan, pengetahuan]
  2. Mata pelajaran dirancang terkait satu dengan yang lain dan memiliki kompetensi dasar yang diikat oleh kompetensi inti tiap kelas
  3. Bahasa Indonesia sebagai penghela mapel lain [sikap dan keterampilan berbahasa}
  4. Semua mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan yang sama [saintifik] melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar,….
  5. Bermacam jenis konten pembelajaran diajarkan terkait dan terpadu satu sama lain [cross curriculum atau integrated curriculum]
  6. Tematik Integratif untuk Kelas I – VI.


Pola Pikir Kurikulum 2013
Selain pola pikir, yang menjadi perubahan dalam kurikulum 2013 adalah  perluasan dan pendalaman materi, penguatan proses, proses penilaian, penyesuaian beban siswa dan beban guru.
Langkah perluasan dan pendalaman itu seperti tampak pada uraian berikut:
1. Evaluasi ulang ruang lingkup materi:
     a. Meniadakan materi yang tidak esensial atau tidak relevan bagi siswa
     b. Mempertahankan materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa
     c. Menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan internasional
2. Evaluasi ulang kedalaman materi sesuai dengan tuntutan perbandingan internasional [s/d reasoning]
3. Menyusun kompetensi dasar yang sesuai dengan materi yang dibutuhkan.
Penguatan  proses pembelajaran berlandaskan pada kompetensi abad ke-21 yang meliputi: kehidupan dan karir, pembelajaran dan inovasi, serta informasi media dan teknologi. Oleh karena itu,  pembelajaran  tidak cukup hanya untuk meningkatkan  pengetahuan [melalui core subjects] , harus dilengkapi dengan kemampuan kreatif-kritis dan berkarakter kuat (bertanggung jawab, sosial, toleran, produktif, adaptif, dll.
Di samping itu didukung dengan kemampuan memanfaatkan informasi dan berkomunikasi.
Pelaksanaan  proses penilaian  tidak hanya menggunakan jenis tes, tetapi dilengkapi dengan penilaian lain termasuk portofolio siswa. Di samping itu diperlukan dukungan lingkungan pendidikan yang memadai. Berikut rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam masalah penilaian:
1. Mendukung keseimbangan penilaian: tes standar serta penilaian normatif dan sumatif
2. Menekankan pada pemanfaatan umpan balik berdasarkan kinerja peserta didik
3. Membolehkan pengembangan portofolio siswa
Untuk mencapai penilaian yang baik , lingkungan belajar pun harus disiapkan sehingga mampu:
1. Menciptakan latihan pembelajaran, dukungan SDM dan infrastruktur
2. Memungkinkan pendidik untuk berkolaborasi, berbagi pengalaman dan integrasinya di kelas
3. Memungkinkan peserta didik untuk belajar yang relevan dengan konteks dunia
4. Mendukung perluasan keterlibatan komunitas dalam pembelajaran, baik langsung maupun online
 Semua itu menuntut kreativitas.  Adapun pembelajaran yang mendukung kreativitas seperti yang dikutip dari Dyers (2011) bahwa: 2/3 dari kemampuan kreativitas seseorang diperoleh melalui pendidikan, 1/3 sisanya berasal dari genetik; kebalikannya berlaku untuk kemampuan intelijensia yaitu: 1/3 dari pendidikan, 2/3 sisanya dari genetik;
kemampuan kreativitas diperoleh melalui observing [mengamati], questioning [menanya], associating [menalar], experimenting [mencoba] dan networking [membentuk jejaring].
  
SUMBER