KBK 2004 –
KTSP 2006:
- Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari Standar Isi
- Standar Isi dirumuskan berdasarkan tujuan mata pelajaran (standar kompetensi lulusan mata pelajaran) yang dirinci menjadi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
- Pemisahan antara mata pelajaran pembentuk sikap, pembentuk keterampilan, dan pembentuk pengetahuan
- Kompetensi diturunkan dari mata pelajaran
- Mata pelajaran lepas satu dengan yang lain, seperti sekumpulan mata pelajaran terpisah
Kurikulum
2013:
- Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari kebutuhan
- Standar Isi diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan melalui Kompetensi Inti yang bebas mata pelajaran
- Semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan,
- Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai
- Semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti (tiap kelas)
Perbedaan
esensial kurikulum SD pada KTSP 2006 dengan Kurikulum 2013
KTSP 2006:
- Mata pelajaran tertentu mendukung kompetensi tertentu
- Mata pelajaran dirancang berdiri sendiri dan memiliki kompetensi dasar sendiri
- Bahasa Indonesia sejajar dengan mapel lain
- Tiap mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan berbeda
- Tiap jenis konten pembelajaran diajarkan terpisah [separated curriculum]
- Tematik untuk kelas I – III [belum integratif]
Kurikulum
2013:
- Tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi [sikap, keterampilan, pengetahuan]
- Mata pelajaran dirancang terkait satu dengan yang lain dan memiliki kompetensi dasar yang diikat oleh kompetensi inti tiap kelas
- Bahasa Indonesia sebagai penghela mapel lain [sikap dan keterampilan berbahasa}
- Semua mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan yang sama [saintifik] melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar,….
- Bermacam jenis konten pembelajaran diajarkan terkait dan terpadu satu sama lain [cross curriculum atau integrated curriculum]
- Tematik Integratif untuk Kelas I – VI.
Selain pola pikir, yang menjadi perubahan dalam kurikulum 2013 adalah perluasan dan pendalaman materi, penguatan proses, proses penilaian, penyesuaian beban siswa dan beban guru.
Langkah perluasan dan pendalaman itu seperti tampak pada uraian berikut:
1. Evaluasi ulang ruang lingkup materi:
a. Meniadakan materi yang tidak esensial
atau tidak relevan bagi siswa
b. Mempertahankan materi yang sesuai
dengan kebutuhan siswa
c. Menambahkan materi yang dianggap
penting dalam perbandingan internasional
2. Evaluasi ulang kedalaman materi sesuai dengan tuntutan
perbandingan internasional [s/d reasoning]
3. Menyusun kompetensi dasar yang sesuai dengan materi yang
dibutuhkan.
Penguatan proses pembelajaran berlandaskan pada
kompetensi abad ke-21 yang meliputi: kehidupan dan karir, pembelajaran dan
inovasi, serta informasi media dan teknologi. Oleh karena itu,
pembelajaran tidak cukup hanya untuk meningkatkan pengetahuan
[melalui core subjects] , harus dilengkapi dengan kemampuan kreatif-kritis dan
berkarakter kuat (bertanggung jawab, sosial, toleran, produktif, adaptif, dll.
Di samping itu didukung dengan kemampuan memanfaatkan
informasi dan berkomunikasi.
Pelaksanaan proses penilaian tidak hanya
menggunakan jenis tes, tetapi dilengkapi dengan penilaian lain termasuk
portofolio siswa. Di samping itu diperlukan dukungan lingkungan pendidikan yang
memadai. Berikut rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam masalah penilaian:
1. Mendukung keseimbangan penilaian: tes standar serta
penilaian normatif dan sumatif
2. Menekankan pada pemanfaatan umpan balik berdasarkan
kinerja peserta didik
3. Membolehkan pengembangan portofolio siswa
Untuk mencapai penilaian yang baik , lingkungan belajar pun
harus disiapkan sehingga mampu:
1. Menciptakan latihan pembelajaran, dukungan SDM dan
infrastruktur
2. Memungkinkan pendidik untuk berkolaborasi, berbagi
pengalaman dan integrasinya di kelas
3. Memungkinkan peserta didik untuk belajar yang relevan
dengan konteks dunia
4. Mendukung perluasan keterlibatan komunitas dalam
pembelajaran, baik langsung maupun online
Semua itu menuntut kreativitas. Adapun
pembelajaran yang mendukung kreativitas seperti yang dikutip dari Dyers (2011)
bahwa: 2/3 dari kemampuan kreativitas seseorang diperoleh melalui
pendidikan, 1/3 sisanya berasal dari genetik; kebalikannya berlaku untuk
kemampuan intelijensia yaitu: 1/3 dari pendidikan, 2/3 sisanya dari genetik;
kemampuan kreativitas diperoleh melalui observing
[mengamati], questioning [menanya], associating [menalar], experimenting
[mencoba] dan networking [membentuk jejaring].
SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar