Laporan
: JURNAL ILMIAH
KEARIFAN LOKAL
MASYARAKAT RUMBIO DALAM PENGELOLAHAN DAN MELESTARIKAN HUTAN DI DESA RUMBIO,
KEC.KAMPAR, KAB.KAMPAR, PROVINSI RIAU
Risa Febri Indriani
Program Studi
pendidikan Biologi,PMIPA
Fkip Universitas Riau
ABSTRAK
Kearifan lokal masyarakat rumbio
dalam pengelolahan dan melestarikan hutan di desa Rumbio, Kec. Kampar, Kab.
Kampar, Provinsi Riau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kearifan
tradisional masyarakat Rumbio dalam
mempertahankan adat dan menginformasikan keberadaan unsur-unsur budaya
konserfatif yang dimiliki masyarakat adat sehingga dapat diperdaya dalam
pelaksanaan pengelolahan hutan adat. Penelitian ini menggunakan metode survey
dan metode focus group discussion dengan teknik survey personal interview
kepada responden. Masyarakat adat sangat berperan penting dalam pengelolahan
hutan. Karna terbukti bahwa hutan yang dikelolah masyarakat adat lebih baik
hasilnya dari pada hutan yang dikelolah pemerintah.
PENDAHULUAN
Segalah sesuatu di dunia ini erat hubungannya satu
dengan yang lain. Antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan hewan,
antara manusia dengan tumbuh-tumbuhan bahkan antara manusia dengan benda mati
(Koesnadi, 1993).
Masalah lingkungan semakin lama
semakin besar, meluas dan serius. Ibarat bola salju yang menggelinding, semakin
lama semakin besar. Persoalan ini tidak hanya ersifat local, tetapi regional,
nasional, trans-nasional dan global. Dampak-dampak yang terjadi terhadap
lingkungan tidak hanya berkait satu atau hanya dua segi saja. Tetapi kait
mengkait sesuai dengan sifat lingkungan yang memiliki multi mata rantai yang
saling mempengaruhi seecara subsisten. Apabilah satu aspek lingkungan terkena
masalah, maka aspek yang lainnya terkena dampak dan akibat pula (Siahaan, 2004).
Kata hutan dalam bahasa inggris disebut forest, sementara untuk hutan rimba
disebut jungle. Pada umumnya persepsi
umum tentang hutan adalah penuh pohon-pohonan yang tumbuh tidak beraturan.
Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang nomor 5 Tahun 1967, arti hutan
dirumuskan sebagai :
“Suatu lapangan
bertumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup
alam hayati beserta alam lingkungannya dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai
hutan.”
Sedangkan
pengertian umum terhadap “hutan” adalah suatu areal tertentu yang ditumbuhi
berbagai pepohonan dan didiami berbagai jenis binatang (Laden Marpaung, 1995).
Hutan memiliki kedudukan dan peranan
yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Hal ini disebabkan
hutan itu bermanfaat bagi besar-besarnya kemakmuran dan kesejaahteraan rakyat
Indonesia. Manfaat itu dapat dibedakan dua macam yaitu lansung dan tidak
lansung. Manfaat lansung ialah menghasilkan kayu yang mempunyai nilai-nilai
ekonomi yang tinggi, yaitu : rotan, getah, buah-buahan, madu dan lain-lain.
Sedangkan manfaat hutan yang tidak lansung, antara lain : mengatur tata air,
mencegah terjadinya erosi, memberi rasa keindahan dan lain-lain (salim, 2003).
Bumi yang nyaman dengan angin yang
bertiup menyejukkan dan membawah udara segar serta bersih. Pepohon di hutan
terus menerus memproduksi zat
asam/oksigen (O2) pada siang hari dan menetralisasi/membersih gas
asam arang/carbondioksida (CO2) sehingga diperlukan makhluk-makhluk hidup di bumi
termasuk manusia. Hal ini terwujut
keserasian antara makhlukhidup dengan lingkungan yang merupakan syarat mutlak
bagi keutuhan bumi.
Namun perjumlahan penduduk bumi
serta kemajuan dibidang IPTEK yang mengakibatkan semakin meningkatnya kebutuhan
akan kayu. Penebangan-penebangan akan pohon tidak bisa dihindari sehingga
kepunahan tumbuhan dan hewan terhadap ekosistem (habitat) semakin meningkat
pula.
Penebangan pohon yang tidak
dikendali akan mengundang resiko/bahaya bagi manusia, seperti sungaai meluap
(banjir), dan tanah-tanah terjadi lonsor. Selain resiko tersebut,
binatang-binatang yang hidup di hutan juga terancam karena ekosistemnya
terganggu. Penebangan pepohonan yang semakin meningkat ini berhubungan dengan;
kebutuhan akan kayu semakin meningkat, semakin majunya ekspor hasil hutan, semakin
majunya industri yang menggunakan hasil hutan sebagai bahan baku. Seperti: industri plywood dan hardboard, industri Pulp,
industri Royan untuk bahan sandang,
dan lain-lain. Upaya melestarikan memang digalakkan terus menerus antara lain
dengan melansungkan gerakan penghijauan, pelaksanaan program kali bersih,
pembuatan tamu paru-paru kota, pembentukan badan-badan pengawasan, dan lain-lan
(Leden Marfapaung, 1995).
Pada
tahun 1982, tutupan hutan Riau masih 6,4 juta hektare. Hutan Riau musnah 4 juta
hektare selama kurun 30 tahun, yakni tersisa 2,4 juta hektare saja tahun 2011.
Hasil pemetaan Jikalahari, tahun 1982 hutan Riau masih seluas 6,4 juta hektare.
Tahun 1988 menjadi 5,6 juta hektare, tahun 1996 4,1 juta hektare.
Memasuki tahun 2000 hutan Riau tinggal 3,4 juta hektare atau berkurang 3 juta hektare dari tahun 1980-an. Tahun 2002 menjadi 3,2 juta hektare, dan terus turun hingga tahun 2011 menjadi 2,4 juta hektare. ‘’Perkiraan kita tahun 2015 nanti hutan alam tidak ada lagi. Yang tersisa hanyalah kawasan konservasi. (Anonim)
Memasuki tahun 2000 hutan Riau tinggal 3,4 juta hektare atau berkurang 3 juta hektare dari tahun 1980-an. Tahun 2002 menjadi 3,2 juta hektare, dan terus turun hingga tahun 2011 menjadi 2,4 juta hektare. ‘’Perkiraan kita tahun 2015 nanti hutan alam tidak ada lagi. Yang tersisa hanyalah kawasan konservasi. (Anonim)
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian
dilakukan di hutan larangan adat dusun V Danau Siboghia, Desa Rumbio, Kecamatan
Kampar, Kabupaten Kampar pada tanggal 8 - 9 Desember 2012 pukul 10.00 – 12.00
WIB. Penelitian ini menggunakan metode survey dan metode focus group discussion
dengan teknik survey personal interview kepada responden. Konsep pengenalan
hutan yang dilakukan oleh pemandu serta
ninik mamak sebagai pemangku adat
Desa Rumbio adalah keterlibatan langsung antara questioner dan responden
sehingga questioner mudah memahami keadaan hutan larangan adat yang ada di Desa
Rumbio. Untuk membuktikan dan mempermudah penelitian, digunakan alat dokumentasi
berupa kamera digital dan tape recorder. Hutan larangan adat terletak sekitar 2
km dari pemukiman penduduk melewati persawahan, perkebunan karet dan hutan
larangan adat.
Adapun parameter yang diamati ialah
kondisi biofisik desa disekitarhutan larang adat, social ekonomi masyarakat
sekitar, pengelolahan dan kelembagaan untuk perkembangan selanjutnya, tantangan
dan upaya dalam penjagaan hutan larang adat Rumbio.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi
Biofisik Desa Disekitarhutan Larang Adat
Berdasarkan survey yang kami lakukan, hutan larangan
adat Rumbio merupakan hutan kenagarian adat yang diwarisi oleh nenek moyang.
Menurut (pak Tarmizi) sebagai nenek mamak masyarakat Rumbio mengatakan bahwa,
Hingga sekarang kenegarian Rumbio masih memiliki lebih kurang 570 Ha yang
ditulis 530 Ha yang masih terjaga dengan baik. Hutan ini diapit oleh kebun
karet. Hutan ini termasuk hutan tropis dataran rendah dan memiliki tipe tanah
podsolik (miskin hara). Kesuburan tanah
gambut tersebut dibantu oleh serasah-serasah tumbuhan, karena top soil tanah
nya yang tipis sehingga serasah dedaunan yang gugur menutupi permukaan tanah
yang nantinya akan terbentuk tanah humus sebagai sumber hara di area hutan.
Menurut pak Azman (2012) selaku warga Rumbio
mengatakan bahwa hewan yang masih ada di hutan larang adat yaitu: kancil, babi,
beruang, harimau, ular, planduk, kijang, rusa. Adapun hewan yang masih boleh
diburu yaitu rusa dan babi.
Hutan Larangan Adat Kenegerian Rumbio adalah Pusaka
Tinggi masyarakat adat Kenegerian Rumbio. Di dalamnya tersimpan berbagai
kekayaan alam flora dan fauna khas daerah ini (Anonim).
Menurut pak Rafani (2012) mengatakan bahwa tumbuhan
yang terdapat di hutan larang adat yaitu: pasak bumi, kulim, psikoapek, gaharu,
rotan, meranti, balam nyatu, nangka hutan, petai, karanji, kapas dan lain-lain.
Dulunya pohon yang besar boleh ditebang oleh masyarakat adat untuk membangun
surau atau rumah bagi masyarakat kurang mampu. Diikuti perkembangan zaman,
masyarakat adat tidak dibolehkan untuk menebang pohon yang ada di hutan
tersebut karna masyarakat kurang mampu sudah mendapatkan bantuan dari
pemerintah. buah- tp sekarang buahan yang ada di hutan larang adat tersebut
masih boleh diambil dan dijual oleh masyarakat adat.
Kawasan hutan larangan Rumbio tersebut saat ini juga
menjadi kawasan tiga sumber air minum bagi penduduk setempat dan bagi warga
Kota Bangkinang dan sekitarnya dengan sumber air bersih yang dapat langsung
diminum yakni sumber air bersih di Tibun, Sikumbang dan sumber air bersih
Sungai Tanduk. Bahkan bila memungkinkan kedepan, air bersih dari tiga sumber
tersebut dapat dialirkan ke mesjid-mesjid di wilayah Desa Rumbio dan
sekitarnya. (Anonim 2012)
Adapun tata
letak lingkungan masyarakat Rumbio
Berdasarkan tata letak lingkungan masyarakat rumbio
di atas, jelas terlihat dimana perkampungan terletak di pinggir sungai Kampar (Topian). Perkampungan berbatasan dengan
sawah, kemudian baru kolam ikan (Tobek
Ikan). Setelah itu baru kebun karet yang berbatasan dengan hutan larang
adat.
Tata letak ini bertujuan, apabilah hewan yang ada di
dalam hutan mengamuk keluar atau merasa terganggu dikarenakan hewan pendatang
masuk, maka hewan-hewan tersebut tidak lansung masuk di perkampungan (Rafani).
Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat
Menurut pak Azman selaku salah seorang warga
masyarakat Rumbio mengatakan bahwa Kondisi social ekonomi masyarakat Rumbio
adalah 90% petani, dan usaha ikan. Usaha ikan sebagian besar merupakan usaha
tetap. Dimana sedikit masyarakat Rumbio yang mengelolah usaha ikan merupakan
usaha sambilan. Pada tahun 2006 masyarakat-masyarakat yang memiliki usaha ikan
mulai memproduksi pakan ikan/pelet (makanan ikan). Pakan ikan tersebut tidak diperjual
belikan. Pakan ikan sangat mempengaruhi tingkat perkembangan ikan. Panen ikan
di Rumbio dilakukan dua kali setahun. Adapun hasil yang diperoleh mencapai 60 ton/kolam.
Manfaat nyata dari
keberadaan hutan larangan adat tersebut saat ini baru sebatas tersedianya tiga
sumber air minum yang airnya bersih dan saat ini dari tiga sumber air bersih
tersebut memberikan lapangan pekerjaan bagi puluhan orang yang berprofesi
sebagai penjual air dalam jerigen putih. Warga setempat dan warga Kota
Bangkinang dan sekitarnya saat ini menikmati secara langsung air bersih
tersebut sebagai air minum di rumah-rumah, di rumah makan. dan diwarung-warung
(Anonim).
Meskipun mata
pencaharian masyarakat rumbio dengan bercocok tanam, tetapi dapat diketahui
juga, hampir 100% dari anak-anak mereka bersekolah dan lebih dari 50% kuliah.
Serta perumahan di Rumbio pun sudah jarang terlihat rumah panggung.
Bentuk Kelembagaan Masyarakat Rumbio
Dahulunya di daerah ini terdapat daerah kenagarian,
dimana ulayat ini terbagi menjadi lima koto Kampar yaitu: Kuok, Salo,
Bangkinang, Air Tiris dan Rumbio. Rumbio berasal dari kata umbi yang berarti
“Musyawara” karna itu masyarakat adat rumbio selalu bermusyaawara. Di daerah
kenegarian ini memiliki lima suku yaitu: suku Patopang, Domo, Piliong, Kampai
dan Caniago. Masing-masing suku memiliki satu kepala suku dan masing-masing
kepala suku terdapat sepuluh pembangku adat. Adat istiadat ini sudah ada
sebelum NKRI. Adat istiadat ini tidak perna terpecah belah. Suku tertua
merupakan pucuk adat besar kadalam (Daek
bapangku kayu) merupakan orang penguasa yaitu Datuk Ulak Simano, pucuk adat besar keluar (kalawik babagi khoang) yaitu
Datuk Ghodang.
Pada tahun 1991 lahirlah
Undang-Undang pedesaan, maka kenegarian Rumbio dibagi menjadi lima desa yaitu:
Desa Rumbio, Pulau Sialang, Pulau Payung, Teratak dan Alam Panjang.
Meskipun kenegarian ini telah
menjadi beberapa desa, tetapi hingga sekarang daerah lima desa tersebut masih
disebut Rumbio (Umbio). Masyarakat nya
masih menjadi satu kesatuan untuk saling dan bersama-sama menjaga hutan larang
adat.
Pada tahun 2004 pengelolahan hutan
larang adat dibantu oleh pemerintah, salah satunya dengan dibangun posko
penjagaan untuk menjaga kondisi hutan. Dalam pengendalian dan pengawasan hutan
adat, hukum adat di jadikan sebagai landasan hukum. Adapun bentuk
kelembagaannya yaitu Sentra Penyulihan Kehutanan Pedesaan (SPKP) Hidup sejati
pada tanggal 23 Afril 2012.
Pada hutan larangan adat Rumbio ini
banyak manfaatnya, berupa kayu yang besar-besar dan juga untuk mendapatkan air
bersih.
Masalah, Tantangan dan
Ancaman yang muncul
Masalah yang ditimbulkan
dulunya ada perselisihan perebutan batas ulayat antara Datuk Ulak Simano, Datuk
Tumanggung dan Datuk Raja Mangkuto. Sedangkan masalah yang muncul lainnya
adanya penebangan hutan secara sembunyi-sembunyi/tanpa izin ninik mamak
masyarakat adat terlebih dahulu. Dan
adanya pihak-pihak lain yang ingin membeli hutan tersebut untuk keuntungan sendiri.
Serta masalah yang sangat jelas dimana para pengawas hutan larang adat masih
belum dikeluarkan oleh pemerintah SK nya. Masalah yang paling besar yaitu
dimana hokum adat tidak tertulis.
Hukum adat Indonesia untuk bagian terbesar merupakan
hukum kebiasaan sedangkan bahagian terkecilnya merupakan hukum agama. (Soekanto,
1980)
Denda adat bagi yang melanggar hukum adat dilihat
pada kemampuan ekonomi orang yang melanggar tersebut. Hukum adat juga berlaku
bagi anak keponakan dan jugaa ninik mamak yang melanggar/merusak hutan. Jika
yang menebang kayu hutan merupakan orang
dari luar, maka akan didenda berupa uang sebanyak tiga kali lipat dari hasil
penjualan kayu hutan yang telah ditebang. Jika yang melanggar anak keponakan,
maka disinilah ninik mamak berperan yang disebut berkerja sama untuk menyelesaikan
persoalan tersebut. Dimana nninik mamak bermusyawarah dan menetapkan benda
seesuai dengan kemampuan ekonomi. Misalnya membeli beras, membeli kambing,
ataupun membeli atap. Hal ini dilakukan agar yang melakukannya jerah. Anak dibimbiong, keponakan dipangku.
Adat Rumbio mempunyai prinsip dan juga sifat. Yaitu
: prinsip adat Rumbio “Hutan adalah warisan dari nenek moyang kita dan titipan
dari anak cucu kita”. Dimana prinsip ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat
Rumbio sangat menjaga kelestarian hutan yang merupakan amanah dari anak cucu.
Sedangkan sifat adat Rumbio ialah “Togang
bajelo-jelo, kondu badontiong-dontiong.” Dimana adat itu keras. Tapi tetap
ada solusi penyelesaian setiap ada masalah. dan adat itu lunak. tetapi
sebenarnya sangatlah keras jangan coba-coba dilanggar.
Menurut pak Rafani (2012) salah seorang pengawas
hutan larangan adat mengatakan bahwa pengelolahan hutan dari masyarakat
sangatlah baik hasilnya. Peran masyarakat sangatlah penting, terutama jika
mengetahui ada hal atau melihat seseorang merusaki atau menebang hutan maka
masyarakat (anak keponakan) wajib melaporkannya kepada pengawas hutan atau
kepada ninik mamak.
Sedangkan menurut pak Tarmizi (2012), Hutan larang
adat. Kata “larang” Yang mempunyai maksud untuk melindungi hutan dari dari
tuntunan kehhidupan sosial agar tidak merusak kelestarian hutan.
Pada tahun 2003-2004 di hutan larang tersebut
dibangun pondok penjaga. Bertujuan agar pada malam hari hutan tersebut tidak
ada yang berani mengganggu. Tahun 2012 pondok penjaga tersebut tidak berfungsi
lagi.
Hutan lindung adat
Rumbio tersebut dirusak oleh tangan-tangan jahil maka tentnuya hutan sebagai
tempat penyangga dan peneyedia air
bersih akan rusak. Pihak masyarakat yang telah membentuk tim penyelamat kawasan
hutan larangan adat Rumbio yang berada dibawah naungan LSM Yayasan Pelopor
dimnta terus aktif secara aktif melakukan langkah-langkah pengamanan kawasan
hutan lindung adat Rumbio tersebut. (Anonim)
Upaya Masa Yang Akan Datang Dalam Pelestarian Hutan
Menurut (Kamaruzaman) selaku Datuk
Ulak Simano (Suku Pitopang) mengatakan bahwa, upaya masyarakat adat dalam
melestarikan hutan dimasa yang akan datang yaitu: adanya aturan adat secara
tertulis agar masyarakat adat ataupun masyarakat luar takut untuk merusaki
hutan tersebut. Masyarakatt adat akan terus bersama-sama untuk menjaga hutan
dan melestarikan hutan larang adat Rumbio.
KESIMPULAN
Dari
data yang dapat kami simpulkan bahwa masyarakat adat sangat berpengaruh dan
berperan penting dalam pengelolahan dan pelastarian hutan larangan adat karena Hutan
Larangan Adat Kenagarian Rumbio adalah Pusaka Tinggi masyarakat adat. Di
dalamnya tersimpan berbagai kekayaan alam flora dan fauna khas daerah
Rumbio.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
2011.Riau
Pos Berita._http://www.riaupos.co/berita.php?act=full&id
=10337&kat=12 diakses 12-2012
Anonim2011. Dari
lisan menjadi tulisan.http://www.hariansumutpos.com/2011/
03/1708/dari-lisan-menjadi-tulisan. Diakses
12-2012
Anonim__Kelestarian
570 ha hutan larang adat Rumbio.
_http://www.halloriau.com/read-lingkungan-15508-2011-10-05-jaga-kelestarian-570-ha-hutan-larangan-adat-rumbio.html diakses 12-2012
Anonim_Hutan
larang adat Rumbio_Sumber :http://www.gurindam12.com/2011
/12/hutan-larangan-adat-rumbio-banyak.html
diakses 12-2012
Anonim.
2011.
Yayasan pelapor sehati. ahttp://riaupos-forus.blogspot.com
/2011/12/yayasan-pelopor-sehati-raih-kalpataru.html
diakses 12-2012
Hardjasoeemantri,
koesnadi. 1993. Hukum tata lingkungan.University Press.
Gadjah mada.
Marfaung,
laden. 1995. Tindak pidana terhadap hutan, hasil hutan dan satwa.
Erlangga. Jakarta.
Salim.
HS., S.H.,M.S. 2003. Dasar-dasar hukumkehutanan. Sinar
grafika.
Jakarta.
Siahaan,S.H.,M.H.
2004.
Hukum lingkungan dan ekologi pembangunan
edisi kedua.
Erlangga. Jakarta.
Soekanto,
SH.,MA, dr Soerjono dan Abdullah Mustofa.1980. sosiologi
Hukum dalam masyarakat.
CV Rajawali. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar